Rabu, 15 April 2009

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan tanaman jeruk merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas bawang merah termasuk dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp.2,7 triliun/tahun) dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen Hortikultura, 2005). Penyebaran yang cukup luas dan besarnya minat petani terhadap komoditas bawang merah terutama disebabkan oleh daya adaptasinya yang luas, yaitu dapat di tanam dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1000 meter diatas permukaan laut (Suwandi, 1989; Suwandi dan Hilman ,1995; Nurmalinda dan Suwandi, 1995).




Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Meskipun minat petani terhadap bawang merah cukup besar, namun dalam pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, salah satunya yaitu serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang semakin bertambah. Hal tersebut diindikasikan oleh rendahnya tingkat produktivitas yang dapat dicapai, yaitu 7,6 t/ha (Basuki et al. 2002).
Hama-hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun (Liriomyza chinensis), thrips (Thrips tabaci), orong-orong (Grillotalpa spp), ulat grayak (Spodoptera lutura) dan ngengat gudang Ephestia cautella) (Anonim, 2004).
Demikian halnya dengan jeruk, merupakan salah satu komoditas holtikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan, karena usahatani jeruk memberikan keuntungan yang tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan petani. Di samping itu, jeruk merupakan buah-buahan yang digemari masyarakat baik sebagai buah segar maupun olahan. Sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sudah selayaknya pengembangan jeruk ini mendapat perhatian yang besar, mengingat kontribusinya yang besar pada perekonomian nasional.
Rendahnya produktivitas jeruk antara lain disebabkan oleh teknik budidaya tanaman yang kurang memadai, sehingga mendorong timbulnya berbagai gangguan pertumbuhan tanaman. Salah satu gangguan yang mengakibatkan kehilangan hasil cukup tinggi pada pertanaman jeruk adalah serangan organism pengganggu tumbuhan (OPT).
Di Indonesia telah diketahui OPT penting yang menimbulkan kerusakan pada pertanaman jeruk, di antaranya adalah Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Selain penyakit CVPD dan penyakit-penyakit lainya, serangan hama juga mendapat perhatian dan penanganan seksama, walaupun serangan hama tidak seganas serangan penyakit, misalnya kutu loncat jeruk (Diaphorina citri Kuw.), Kutu Daun Coklat (Toxoptera citricidus Kirk),Kutu Daun Hitam (T. aurantii Boy), Kutu Daun Hijau (Myzus persicae Sulz. Dan Aphis gossypii Glov), ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella Stainton), trips (Scirtothrips citri) (Moulton), ulat penggerak buah (Citripestis sagitiferella Moore), lalat buah (Bactrocera spp.)

HAMA-HAMA PENTING BAWANG MERAH

II.1 ULAT BAWANG (Spodoptera exigua Hubn.)
Ordo :Lepidoptera
Famili :Noctuidae




II.1.1 Morfologi
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 – 30 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-bintik hitam. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam.
Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya. Ulat tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu hijau, coklat muda dan hitam kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat. Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 – 11 mm, tanpa rumah pupa. Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel tanah.

II.1.2 Bioekologi
Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2 – 10 hari. Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina sekitar 500 – 600 butir. Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva.
Stadium ulat terdiri dari 5 instar. Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 – 1,5 mm, instar kedua sampai instar terakhir antara 1,5 – 19 mm. Setelah instar terakhir ulat merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong. Ulat lebih aktif pada malam hari. Stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat.

II.1.3 Daerah Sebaran
Hama ulat bawang tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Irian.

II.4 Gejala serangan
Bagian tanaman yang terserang terutama daunnya, baik daun pada tanaman yang masih muda ataupun yang sudah tua.
Setelah menetas dari telur, ulat muda segera melubangi bagian ujung daun lalu masuk ke dalam daun bawang, akibatnya ujung daun nampak berlubang/ terpotong. Ulat akan menggerek permukaan bagian dalam daun, sedang epidermis luar ditinggalkannya. Akibat serangan tersebut daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih, akhirnya daun menjadi terkulai.

II.1.5 Tanaman inang lain
Jenis bawang daun (Allium fistolosum), kucai (A. odorum), cabai, kapas dan tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, Crotalaria, dan kedelai.

II.1. 6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran tanaman, tanam serentak, tumpang sari atau monokultur, penggunaan benih unggul bermutu dan sehat, sanitasi/pengendalian gulma di sekitar pertanaman dan saluran, pengolahan tanah yang sempurna, pengelolaan air yang baik, pengaturan jarak tanam, penanaman tanaman perangkap.
2. Pengendalian mekanis, dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur dan ulat bawang lalu dibutit (dimasukkan kantong plastic dan diikat) dan dimusnahkan.
3. Pengendalian fisik, dilakukan antara lain dengan memasang lampu perangkap.
4. Pemanfaatan agens hayati, dengan menggunakan virus Se-NPV (Spodoptera exigua-Nuclear polyhedrosis Virus) dan parasit Apenteles sp.
5. Pengendalian kimia. Apabila hasil pengamatan telah mencapai atau melampui 1 kelompok telur/10 rumpun contoh atau 5 % daun terserang/rumpun contoh (pada musim kemarau) atau 3 kelompok telur/10 rumpun contoh atau 10 % daun terserang/rumpun contoh (pada musim penghujan) dapat diaplikasi dengan insektisida yang diizinkan.oleh Menteri Pertanian.

II.2 LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza chinensis)

Ordo :Diptera
Famili : Agromyzidae

II.2.1 Morfologi
Telur berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan. Pada bagian punggungnya berwarna hitam.

II.2.2 Bioekologi
Lama stadium telur berlangsung antara 2 – 4 hari. Jumlah telur yang diletakkan serangga betina selama hidupnya berkisar 50 – 300 butir, dengan rata-rata 160 butir. Telur diletakkan dalam jaringan daun melalui ovipositor.
Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan, segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya. Stadium larva antara 6 -12 hari, dan larva yang sudah berusia lanjut (instar 3) berukuran 3,5 mm. Larva instar 3 dapat mengorok jaringan 600 x lipat dari larva insatar 1, dan larva ini kemudian keluar dari liang korokan untuk berkepompong.
Pupa lalat pengorok daun ini umumnya ditemukan di tanah, tetapi pada tanaman bawang merah sering ditemukan menempel pada permukaan bagian dalam dari rongga daun bawang. Stadium pupa antara 9 – 12 hari, lalau keluar menjadi serangga dewasa/imago.Imago betina mampu hidup selama 6 – 14 hari dan imago jantan antara 3 – 9 hari. Lalat L. Chinensis pada bagian punggungnya berwarna hitam, sedangkan pada lalat L. Huidobrensis dan L. Sativa di bagian ujung punggungnya terdapat warna kuning.

II.2.4 Gejala serangan
Daun bawang yang terserang lalat pengorok memperliharkan gejala bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok. Serangan berat dapat mengakibatkan hampir seluruh helaian daun penuh dengan kotoran, sehingga daun menjadi kering dan berwarna cokelat seperti terbakar.

II.2.5 Tanaman inang lain
Lalat L. Chinensis merupakan OPT baru, sehingga sampai saat ini belum banyak dapat diperoleh informasinya tentang tanaman inang lainnya, mungkin dapat menyerang tanaman inang Liriomyza lainnya (L. Huidobrensis, L. Sativa).

II.2.6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran tanaman, budidaya tanaman sehat, penanaman tanaman perangkap (tanaman kacang merah ditanam + 2 minggu sebelum tanaman bawang merah), penanaman varietas toleran (varietas Filipina).
2. Pengendalian fisik/mekanik, dengan cara penggunaan mulsa plastik; pemotongan daun yang menunjukkan gejala, dikumpulkan kemudian dimusnahkan; pemerangkapan lalat secara masal dengan pemasangan kartu perangkap, kain perangkap dan penyapuan dengan kain berperekat; pemasangan kain kelambu.
3. Pemanfaatan musuh alami, dari beberapa jenis tabuhan Ascecodes sp. Hemiptarsenus varicornis, Gronotoma sp., dan Opius sp., merupakan parasit yang menyerang larva lalat pengorok daun.
4. Pengendalian dengan peraturan, melarang masuknya benih atau bagian tanaman lain terutama dari daerah serangan yang dikhawatirkan membawa telur atau larva pengorok daun ke daerah yang masih bebas dari serangan pengorok daun.
5. Pengendalian kimia, dengan menggunakan pestisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian.

II.3 THRIPS (Thrips tabaci)



II.3.1 Morfologi
Trips dewasa berukuran + 1 mm, berwarna kuning pucat, coklat atau hitam. Semakin rendah suhu suatu lingkungan warna trips biasanya lebih gelap. Trips jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan berumbai. Telur trips berbentuk oval. Nimfa berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan, tidak bisa terbang tetapi hanya meloncat-loncat saja.
II.3.2 Bioekologi
Hama ini berkembang biak secara partenogenesis atau dapat menghasilkan telur tanpa melalui kawin terlebih dahulu. Telur yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 120 butir. Imago dapat hidup sampai 20 hari. Siklus hidup hama trips sekitar 3 minggu. Di daerah tropis siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7 - 12 hari), sehingga dalam satu tahun dapat mencapai 5 – 10 generasi. Trips dewasa dapat hidup sampai 20 hari. Telur diletakkan secara terpisah-pisah di permukaan bagian tanaman atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat peletak telur Penyebaran dari satu tanaman ke tanaman lain berlangsung sangat cepat dengan bantuan angin. Pupa terbentuk setelah melewati beberapa instar nimfa. Pupa banyak dijumpai di bagian daun atau di dalam tanah di sekitar tanaman.

II.3.3 Daerah Sebaran
Hama trips tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera, Jawa dan Sulawesi.

II.3.4 Gejala serangan
Nimfa atau trips dewasa menyerang tanaman bawang dengan menggaruk jaringan daun dan mengisap cairan selnya, terutama daun yang masih muda. Nimfa paling suka dengan daun yang masih muda atau kuncup daun. Karena itu, hama ini banyak ditemui di kuncup-kuncup daun.
Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula bernoda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam. Biasanya serangan akan hebat apabila hujan rintik-rintik dan suhu di atas normal dengan kelembaban di atas 70 persen. Pada musim hujan lebat atau suhu yang dingin sekali, hama ini akan musnah dengan sendirinya. Tanaman bawang yang terserang berat, seluruh daun memperlihatkan warna putih, sehingga hama ini sering disebut hama putih. Tanaman bawang yang terserang akan menyebabkan umbi yang kecil dengan kualitas rendah.
Sering dijumpai hama trips bersembunyi di bagian umbinya. Apabila keadaan tersebut terjadi di saat menjelang panen, maka hama ini dapat terbawa umbi ke tempat penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah.

II.3.5 Tanaman inang lain
Tanaman bawang merah dan jenis tanaman bawang yang lain merupakan tanaman inang utama bagi trips spesies ini. Tanaman inang yang lain adalah kentang, cabe, tomat, waluh dan bayam.

II.3.6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, penyiraman tanaman bawang terserang, pada siang hari untuk menurunkan suhu di sekitar pertanaman dan menghilangkan nimfa trips yang menempel pada daun.
2. Pengendalian fisik, dengan cara pemasangan perangkap berwarna kuning berperekat sebanyak 80 – 100 per hektar.
3. Pengendalian biologi, memanfaatkan musuh alami trips yaitu predator kumbang macan Coccinellidae.
4. Pengendalian kimia, dengan menggunakan insektisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian.

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger