Rabu, 15 April 2009

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan tanaman jeruk merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas bawang merah termasuk dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp.2,7 triliun/tahun) dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen Hortikultura, 2005). Penyebaran yang cukup luas dan besarnya minat petani terhadap komoditas bawang merah terutama disebabkan oleh daya adaptasinya yang luas, yaitu dapat di tanam dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1000 meter diatas permukaan laut (Suwandi, 1989; Suwandi dan Hilman ,1995; Nurmalinda dan Suwandi, 1995).




Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Meskipun minat petani terhadap bawang merah cukup besar, namun dalam pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, salah satunya yaitu serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang semakin bertambah. Hal tersebut diindikasikan oleh rendahnya tingkat produktivitas yang dapat dicapai, yaitu 7,6 t/ha (Basuki et al. 2002).
Hama-hama penting yang menyerang tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat pengorok daun (Liriomyza chinensis), thrips (Thrips tabaci), orong-orong (Grillotalpa spp), ulat grayak (Spodoptera lutura) dan ngengat gudang Ephestia cautella) (Anonim, 2004).
Demikian halnya dengan jeruk, merupakan salah satu komoditas holtikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan, karena usahatani jeruk memberikan keuntungan yang tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan petani. Di samping itu, jeruk merupakan buah-buahan yang digemari masyarakat baik sebagai buah segar maupun olahan. Sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sudah selayaknya pengembangan jeruk ini mendapat perhatian yang besar, mengingat kontribusinya yang besar pada perekonomian nasional.
Rendahnya produktivitas jeruk antara lain disebabkan oleh teknik budidaya tanaman yang kurang memadai, sehingga mendorong timbulnya berbagai gangguan pertumbuhan tanaman. Salah satu gangguan yang mengakibatkan kehilangan hasil cukup tinggi pada pertanaman jeruk adalah serangan organism pengganggu tumbuhan (OPT).
Di Indonesia telah diketahui OPT penting yang menimbulkan kerusakan pada pertanaman jeruk, di antaranya adalah Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Selain penyakit CVPD dan penyakit-penyakit lainya, serangan hama juga mendapat perhatian dan penanganan seksama, walaupun serangan hama tidak seganas serangan penyakit, misalnya kutu loncat jeruk (Diaphorina citri Kuw.), Kutu Daun Coklat (Toxoptera citricidus Kirk),Kutu Daun Hitam (T. aurantii Boy), Kutu Daun Hijau (Myzus persicae Sulz. Dan Aphis gossypii Glov), ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella Stainton), trips (Scirtothrips citri) (Moulton), ulat penggerak buah (Citripestis sagitiferella Moore), lalat buah (Bactrocera spp.)

HAMA-HAMA PENTING BAWANG MERAH

II.1 ULAT BAWANG (Spodoptera exigua Hubn.)
Ordo :Lepidoptera
Famili :Noctuidae




II.1.1 Morfologi
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 – 30 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-bintik hitam. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam.
Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya. Ulat tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu hijau, coklat muda dan hitam kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat. Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 – 11 mm, tanpa rumah pupa. Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel tanah.

II.1.2 Bioekologi
Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2 – 10 hari. Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina sekitar 500 – 600 butir. Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva.
Stadium ulat terdiri dari 5 instar. Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 – 1,5 mm, instar kedua sampai instar terakhir antara 1,5 – 19 mm. Setelah instar terakhir ulat merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong. Ulat lebih aktif pada malam hari. Stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat.

II.1.3 Daerah Sebaran
Hama ulat bawang tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Irian.

II.4 Gejala serangan
Bagian tanaman yang terserang terutama daunnya, baik daun pada tanaman yang masih muda ataupun yang sudah tua.
Setelah menetas dari telur, ulat muda segera melubangi bagian ujung daun lalu masuk ke dalam daun bawang, akibatnya ujung daun nampak berlubang/ terpotong. Ulat akan menggerek permukaan bagian dalam daun, sedang epidermis luar ditinggalkannya. Akibat serangan tersebut daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih, akhirnya daun menjadi terkulai.

II.1.5 Tanaman inang lain
Jenis bawang daun (Allium fistolosum), kucai (A. odorum), cabai, kapas dan tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, Crotalaria, dan kedelai.

II.1. 6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran tanaman, tanam serentak, tumpang sari atau monokultur, penggunaan benih unggul bermutu dan sehat, sanitasi/pengendalian gulma di sekitar pertanaman dan saluran, pengolahan tanah yang sempurna, pengelolaan air yang baik, pengaturan jarak tanam, penanaman tanaman perangkap.
2. Pengendalian mekanis, dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur dan ulat bawang lalu dibutit (dimasukkan kantong plastic dan diikat) dan dimusnahkan.
3. Pengendalian fisik, dilakukan antara lain dengan memasang lampu perangkap.
4. Pemanfaatan agens hayati, dengan menggunakan virus Se-NPV (Spodoptera exigua-Nuclear polyhedrosis Virus) dan parasit Apenteles sp.
5. Pengendalian kimia. Apabila hasil pengamatan telah mencapai atau melampui 1 kelompok telur/10 rumpun contoh atau 5 % daun terserang/rumpun contoh (pada musim kemarau) atau 3 kelompok telur/10 rumpun contoh atau 10 % daun terserang/rumpun contoh (pada musim penghujan) dapat diaplikasi dengan insektisida yang diizinkan.oleh Menteri Pertanian.

II.2 LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza chinensis)

Ordo :Diptera
Famili : Agromyzidae

II.2.1 Morfologi
Telur berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan. Pada bagian punggungnya berwarna hitam.

II.2.2 Bioekologi
Lama stadium telur berlangsung antara 2 – 4 hari. Jumlah telur yang diletakkan serangga betina selama hidupnya berkisar 50 – 300 butir, dengan rata-rata 160 butir. Telur diletakkan dalam jaringan daun melalui ovipositor.
Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan, segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya. Stadium larva antara 6 -12 hari, dan larva yang sudah berusia lanjut (instar 3) berukuran 3,5 mm. Larva instar 3 dapat mengorok jaringan 600 x lipat dari larva insatar 1, dan larva ini kemudian keluar dari liang korokan untuk berkepompong.
Pupa lalat pengorok daun ini umumnya ditemukan di tanah, tetapi pada tanaman bawang merah sering ditemukan menempel pada permukaan bagian dalam dari rongga daun bawang. Stadium pupa antara 9 – 12 hari, lalau keluar menjadi serangga dewasa/imago.Imago betina mampu hidup selama 6 – 14 hari dan imago jantan antara 3 – 9 hari. Lalat L. Chinensis pada bagian punggungnya berwarna hitam, sedangkan pada lalat L. Huidobrensis dan L. Sativa di bagian ujung punggungnya terdapat warna kuning.

II.2.4 Gejala serangan
Daun bawang yang terserang lalat pengorok memperliharkan gejala bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok. Serangan berat dapat mengakibatkan hampir seluruh helaian daun penuh dengan kotoran, sehingga daun menjadi kering dan berwarna cokelat seperti terbakar.

II.2.5 Tanaman inang lain
Lalat L. Chinensis merupakan OPT baru, sehingga sampai saat ini belum banyak dapat diperoleh informasinya tentang tanaman inang lainnya, mungkin dapat menyerang tanaman inang Liriomyza lainnya (L. Huidobrensis, L. Sativa).

II.2.6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran tanaman, budidaya tanaman sehat, penanaman tanaman perangkap (tanaman kacang merah ditanam + 2 minggu sebelum tanaman bawang merah), penanaman varietas toleran (varietas Filipina).
2. Pengendalian fisik/mekanik, dengan cara penggunaan mulsa plastik; pemotongan daun yang menunjukkan gejala, dikumpulkan kemudian dimusnahkan; pemerangkapan lalat secara masal dengan pemasangan kartu perangkap, kain perangkap dan penyapuan dengan kain berperekat; pemasangan kain kelambu.
3. Pemanfaatan musuh alami, dari beberapa jenis tabuhan Ascecodes sp. Hemiptarsenus varicornis, Gronotoma sp., dan Opius sp., merupakan parasit yang menyerang larva lalat pengorok daun.
4. Pengendalian dengan peraturan, melarang masuknya benih atau bagian tanaman lain terutama dari daerah serangan yang dikhawatirkan membawa telur atau larva pengorok daun ke daerah yang masih bebas dari serangan pengorok daun.
5. Pengendalian kimia, dengan menggunakan pestisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian.

II.3 THRIPS (Thrips tabaci)



II.3.1 Morfologi
Trips dewasa berukuran + 1 mm, berwarna kuning pucat, coklat atau hitam. Semakin rendah suhu suatu lingkungan warna trips biasanya lebih gelap. Trips jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan berumbai. Telur trips berbentuk oval. Nimfa berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan, tidak bisa terbang tetapi hanya meloncat-loncat saja.
II.3.2 Bioekologi
Hama ini berkembang biak secara partenogenesis atau dapat menghasilkan telur tanpa melalui kawin terlebih dahulu. Telur yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 120 butir. Imago dapat hidup sampai 20 hari. Siklus hidup hama trips sekitar 3 minggu. Di daerah tropis siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7 - 12 hari), sehingga dalam satu tahun dapat mencapai 5 – 10 generasi. Trips dewasa dapat hidup sampai 20 hari. Telur diletakkan secara terpisah-pisah di permukaan bagian tanaman atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat peletak telur Penyebaran dari satu tanaman ke tanaman lain berlangsung sangat cepat dengan bantuan angin. Pupa terbentuk setelah melewati beberapa instar nimfa. Pupa banyak dijumpai di bagian daun atau di dalam tanah di sekitar tanaman.

II.3.3 Daerah Sebaran
Hama trips tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera, Jawa dan Sulawesi.

II.3.4 Gejala serangan
Nimfa atau trips dewasa menyerang tanaman bawang dengan menggaruk jaringan daun dan mengisap cairan selnya, terutama daun yang masih muda. Nimfa paling suka dengan daun yang masih muda atau kuncup daun. Karena itu, hama ini banyak ditemui di kuncup-kuncup daun.
Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula bernoda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam. Biasanya serangan akan hebat apabila hujan rintik-rintik dan suhu di atas normal dengan kelembaban di atas 70 persen. Pada musim hujan lebat atau suhu yang dingin sekali, hama ini akan musnah dengan sendirinya. Tanaman bawang yang terserang berat, seluruh daun memperlihatkan warna putih, sehingga hama ini sering disebut hama putih. Tanaman bawang yang terserang akan menyebabkan umbi yang kecil dengan kualitas rendah.
Sering dijumpai hama trips bersembunyi di bagian umbinya. Apabila keadaan tersebut terjadi di saat menjelang panen, maka hama ini dapat terbawa umbi ke tempat penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah.

II.3.5 Tanaman inang lain
Tanaman bawang merah dan jenis tanaman bawang yang lain merupakan tanaman inang utama bagi trips spesies ini. Tanaman inang yang lain adalah kentang, cabe, tomat, waluh dan bayam.

II.3.6 Cara pengendalian
1. Pengendalian secara bercocok tanam, penyiraman tanaman bawang terserang, pada siang hari untuk menurunkan suhu di sekitar pertanaman dan menghilangkan nimfa trips yang menempel pada daun.
2. Pengendalian fisik, dengan cara pemasangan perangkap berwarna kuning berperekat sebanyak 80 – 100 per hektar.
3. Pengendalian biologi, memanfaatkan musuh alami trips yaitu predator kumbang macan Coccinellidae.
4. Pengendalian kimia, dengan menggunakan insektisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Penyakit Tanaman Jagung

Penyakit Bulai


Penyakit bulai merupakan penyakit jagung yang paling berbahaya. Penyebarannya sangat luas, meliputi semua daerah penghasil jagung di dunia seperti Filipina, Thailand, India, Indonesia, Afrika, dan Amerika. Kehilangan hasil dapat mencapai 90%.
Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidak begitu penting sebagai sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun akan masuk jaringan tanaman melalui stomata tanaman muda dan lesio lokal berkembang ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik. Konidiofor (Gambar 1b) dan konidia terbentuk keluar dari stomata daun pada malam hari yang lembab. Apabila bijinya yang terinfeksi, maka daun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari spora, daun kotiledon tetap sehat. Epidemiologi cendawan P. Maydis mulai melakukan pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap, dan suhu tertentu, P. maydis di bawah suhu 24o C




Gejala daun yang terinfeksi berwarna khlorotik, biasanya memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas, dan bagian daun yang masih sehat berwarna hijau normal (Gambar 1a). Warna putih seperti tepung pada permukaan bawah maupun atas bagian daun yang berwarna khlorotik, tampak dengan jelas pada pagi hari. Daun yang khlorotik sistemik menjadi sempit dan kaku. Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya dan pembentukan tongkol terganggu sampai tidak bertongkol sama sekali. Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di bawah umur 1 bulan biasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang berlebihan dan daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek.

Minggu, 12 April 2009

Serangga

Pendahuluan


Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga, yaitu metamorfosis sempurna atau holometabola yang melaui tahapan-tahapan atau stadium: telur – larva – pupa – dewasa, dan metamorfosis bertahap (hemimetabola) yang melalui stadium-stadium: telur – nimfa – dewasa.

Pada hemimetabola, bentuk nimfa mirip dewasa hanya saja sayap belum berkembang dan habitat (tempat tinggal dan makanan) nimfa biasanya sama dengan habitat stadium dewasanya. Contoh hemimetabola adalah jenis-jenis kepik seperti walang sangit, yang nimfanya menempati habitat yang sama dengan kepik dewasa, biasanya pada daun. Jenis-jenis belalang (Orthoptera) dan lipas (Blattaria) juga termasuk hemimetabola, nimfa dan stadium dewasanya hidup dan makan pada habitat yang sama.

Kumbang (Coleoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera) dan semut serta lebah (Hymenoptera) adalah serangga holometabola. Bentuk pradewasa (larva dan pupa) jenis-jenis holometabola ini sangat berbeda dengan stadium dewasanya. Perhatikanlah bentuk-bentuk larva seperti ulat bulu, ulat hijau, ulat jengkal yang kelak menjadi pupa dan kemudian menjadi kupu-kupu indah dan berwarna-warni. Habitat larva bisanya sangat berbeda dari habitat dewasanya. Ulat makan daun sedangkan kupu mengisap cairan bunga. Demikian pula, larva lebah madu dipelihara oleh pekerja (dalam koloni), makan madu; tapi lebah dewasa yang bersayap terbang mencari serbuk bunga sebagai makanannya.

Serangga metabola, setelah stadium larva memasuki tahapan pupa yang “tidak aktif” (tidak makan), terbungkus dalam kulit kepompong yang disebut puparium yang berfungsi sebagai pelindung.

Serangga termasuk berdarah dingin, sehingga pertumbuhannya banyak dipengaruhi suhu lingkungannya. Di daerah-daerah beriklim dingin pertumbuhannya lambat, sedangkan di daerah tropik seperti Indonesia pertumbuhan serangga relatif cepat. Dengan demikian banyaknya generasi yang terjadi di daerah beriklim panas lebih banyak daripada di daerah dingin.

Dengan mempelajari perilaku pertumbuhan serangga para pakar pengendalian hama serangga mengembangkan cara-cara pengendalian dengan menggunakan pengatur tumbuh (insect growth regulators, IGR). Salah satunya adalah pengendalian dengan hormon pertumbuhan, yang mengganggu pembentukan kutikel pada saat ganti kulit. Cara ini sangat efektif dan selektif (tidak mengganggu serangga yang bukan sasaran) karena hanya mempengaruhi serangga sasaran.

Dinamika pertumbuhan serangga hama tanaman budidaya telah benyak diteliti dan daripadanya dihasilkan model-model pertumbuhan yang dapat digunakan untuk meramalkan saat-saat terjadinya epidemi pada tanaman atau inang tertentu, sehingga tindakan pengendalian dapat dilaksanakan secara lebih tepat.

Identifikasi dan klasifikasi serangga

Pengetahuan mengenai klasifikasi serangga diperlukan agar jenis-jenis serangga yang demikian banyaknya dapat dibedakan. Misalnya, dari sekian banyak serangga yang menjadi hama tanaman padi, perlu diketahui jenis-jenisnya, karena mereka memiliki perilaku hidup yang berbeda, menyerang bagian tanaman yang berbeda (daun, buah, batang, akar) menyebabkan kerugian yang berbeda sehingga berbeda pula cara penanganannya.

Pada umumnya spesies-spesies serangga dibedakan sesuai dengan kemiripan dalam penampakannya. Jenis-jenis lalat misalnya, dibedakan dari kupu-kupa berdasarkan karakter sayap. Lalat hanya memilki sepasang sayap, sedangkan kupu-kupu dua pasang.

Secara hirarki, dikenal taksa-taksa (taxon, taxa) dalam klasifikasi, oleh karenanya maka ilmu mengenai penggolongan jenis-jenis mahluk hidup biasanya disebut taksonomi (taxonomy). Taksonomi ulat kubis misalnya adalah sebagai berikut:

· Filum (Phylum) - Arthropoda

· Kelas - Insecta

· Ordo - Lepidoptera

· Famili - Plutellidae

· Genus - Plutella

· spesies - Plutella xylostella

Dengan demikian nama spesies Plutella xylostella berlaku universal bagi ulat kubis di seluruh dunia.

Ekologi serangga

Ekologi adalah disiplin kajian hubungan-hubungan antar mahluk hidup dan lingkungannya. Mengetahui kelimpahan (abundance) serangga (hama) yang menyerang tanaman tertentu serta pengetahuan tentang kegiatan dan penampilan hama tersebut (phenology) merupakan factor-faktor penting dalam menentukan pengendaliannya. Beberapa hama memiliki hanya satu generasi pada satu musim (univoltine), sedangkan ada pula yang banyak generasi per musim (multivoltine).

Dalam pengendalian hama berkonteks agrosistem biasanya hama dianggap sebagai populasi. Atribut-atribut penting populasi adalah kerapatan, distribusi umur, laju kelahiran dan laju kematian.

Prof Ir Rudy C Tarumingkeng, PhD

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lemak

PENDHULUAN

Peran lemak dan minyak bagi kesehatan makin diperhatikan orang karena naiknya status sosial, gaya hidup yang moderen dan berubahnya pola makan. Bukti-bukti baru baik yang berkaitan dengan efek yang merugikan maupun yang merugikan maupun yang menguntukan dalam mengkonsumsi jenis lemak tertentu banyak muncul di media masa atau majalah ilmiah. Disamping yang sejalan, ada pula yang berlawanan, sehingga diperlukan kesamaan pandangan tentang jumlah, jenis, komposisi dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan konsumsi minyak atau lemak dalam makanan sehari-hari.

Sehubungan dengan hal tersebut, para pakar kesehatan masyarakat dan ahli ilmu dan teknologi pangan dari seluruh dunia untuk berkumpul di Roma membahas konsumsi lemak dan minyak yang ideal bagi dan kesehatan manusia. Hasilnya berupa rekomendasi atau anjuran-anjuran yang sangat bermanfaat baik bagi konsumen, penyuluh gizi, pengolah makanan, ahli kesehatan, produsen dan distributor makanan serta masyarakat dunia.

Rekomendasi yang dikeluarkan kelompok ahli FAO/WHO tersebut meliputi: konsumsi minimum lemak/minyak bagi orang dewasa, bayi, dan balita; batas maksimal konsumsi lemak/minyak; asam-asam lemak isomer, serta senyawa-senyawa yang dihubungkan dengan konsumsi lemak/minyak yaitu antioksidan dan kakarotenoid; rekomendasi menyangjut konsumsi asam lemak ensensial serta informasi gizi dan program-program pembinaan yang diperlukan.

Konsumsi Minimum Minyak dan lemak

Konsumsi lemak dan minyak yang cukup sangat penting bagi kesehatan, terutama pada masa reproduksi, kehamilan dan menyusui. Jumlah lemak yang dikonsumsi harus dapat menyumbang asam lemak esensial yang cukup dan untuk keperluan penggunaan vitamin-vitamin larut lemak (vitamin A, D, E dan K).

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ahli FAO/WHO untuk masalah konsumsi lemak /minyak minimal adalah sebagai berikut : (1) bagi sebagian besar orang dewasa, konsumsi lemak/minyak harian harus dapat menyumbang paling tidak 15 persen dari total energi/kalori yang dibutuhkan perhari, (2) wanita dalam masa reproduksi hendaknya mengkonsumsi lemak paling tidak 20 persen dari total kalori perhari, dan (3) usaha-usaha yang terarah harus dilakukan untuk menjamin konsumsi lemak/minyak yang cukup pada kelompok masyarakat yang konsumsi lemaknya menyumbang kurang dari 15 persen dari total kalori.

Konsumsi Minimun Minyak dan Lemak Bagi Bayi dan Balita

Jumlah dan jenis lemak yang dikonsumsi sehari-hari berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Pengaruh tersebut terjadi melalui kandungan kalori atau anergi yang dimiliki dan peranan asam-asam lemak tertentu yang terdapat di dalamnya. Bagi bayi, sumber lemak yang ideal dalam air susu ibu (ASI). Sekitar 50 – 60 Persen energi yang yang terkandung dalam ASI berasal dari lemak susu, Selama masa penyapihan , konsumsi lemak harus dijaga jangn sampai terlalu rendah dari jumlah yang dibutuhkan. Penggunaan lemak, terutama minyak nabati dalam makanan sapihan atau makanan tambahan bagi bayi dn balita adalah cara efektif untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.

Lemak merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan aktifitas fisik bagi anak dan balita. Kebutuhan energi ini akan terpenuhi jika konsumsi lemak/minyak hanya menyumbang 15 persen atau kurang dari total energi yang dibutuhkan perhari. Sampai umur dua tahun, lemak yang dikonsumsi oleh anak disamping sebagai sumber energi, harus dilihat juga dari segi fungsi strukturalnya. Lemak akan menghasilkan asam-asam lemak dan kolestrol yang ternyata dibutuhkan untuk membentuk sel-sel membram pada semua organ. Organ-organ penting seperti retina dan sisitim saraf pusat terutama disusun oleh lemak. Asam lemak yang dangat dibutuhkan oleh jaringan tubuh tersebut terutama adalah asam lemak yang esensial.Asam lemah yang esensial adalah asam lemak yang tidak dapat dibuat didalam tubuh sehingga harus diperolaeh dari makanan, terdiri dari asam Linoleat, linulenat dan arakhidonat.

ASI mempunyai komposisi asam lemak yang sangat tepat untuk keperluan bayi dan anak-anak sampai dua tahun tersebut. Juga mengandung faktor-faktor yang menyebabkan lemaknya mudah dicerna, juga komposisi kimianya membuat ASI mudah dicerna dan juga memberikan suplai yang seimbang antara asam lemak omega-6 dan omega-3.

Bagi bayi dan balita, rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut (1) sedapat mungkin bayi diberikan ASI, (2) komposisi asam lemak dalam formula makanan bayi harus disesuaikan dengan jumlah dan proporsi asam lemak yang terkandung dalam ASI, dan (3) selama masa sapihan atau paling sampai bayi umur 2 tahun, kebutuhan energi yang berasal dari lemak harus sebanyak 30-40 persen dari total energi yang dibutukan per hari, dengan komposisi asam lemak yang semirip mungkin dengan ASI.

Batas Maksimal Konsumsi Lemak dan Minyak

Konsumsi lemak yang berlebihan akan menimbulkan kegemukan, meningkat-kan resiko terkena penyakit jantung koroner dan beberapa jenis kangker. Penjelasan mengapa hal dapat terjadi rumit, dan masih banyak yang belum dimengeri betul. Peningkatan kadar korstrol serum dan lipoprotein LDL meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Tingkat resiko tersebut sebenarnya dipengaruhi juga oleh jenis dan jumlah konsumsi asam lemak, presentase energi yang berasal dari lemak. Konsumsi kolestrol dari makanan, kandungan lipoprotein, konsumsi antioksida dan serat makanan, aktifitas sehari-hari dan status kesehatan.

Makanan yang rendah lemak, umumnya rendah kolestrol juga tinggi dalam antioksidan atau serat makanan. Untuh orang dewasa, tidak ada keuntungan dari segi gizi untuk mengkonsumsi lemak tinggi, jika energi dan nutrisi yang diperlukan tumbuh telah tercukupi.

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh FAO/WHO untuk hal ini adalah (1) individu-individu yang aktif dan kondisi energi dan nutrisinya sudah cukup atau seimbang, hendaknya mengkonsumsi maksimal 35 persen dari total energinya berasal dari lemak. Jumlah asam lemak jenuh dikonsumsi hendaknya tidak melebihi 10 persen dari total energi, dan (2) indipidu dengan aktifitas sedang, hendaknya tidak mengkondumsi lebih dari 30 persen energinya berasal dari lemak, terutama lemak hewani yang tinggi kandungan asam lemak hewani kandungan asam lemak jenuhnya.

Asam Lemak Jenuh, Asam lemak T idak Jenuh dan Kolesterol

Asam lemak jenuh yaitu miristat, laurat dan palmitat (pengaruhnya lebih kecil) dapat meningkatkan kolesterol serum dan kadar lipoprotein LDL. Asam stearat tidak meningkatkan tetapi efek kesehatan yang lain belum dapat diketahui. Asam linolenat, yang merupakan asam lemak tidak jenuh

dengan tiga ikatan ganda (polyunsaturated fatty acid atau FUFA) menurunkan kolesterlol serum serta LDL. Asam oleat, dengan satu ikatan rangkap, bersifat netral terhadap LDL (tidak menurunkan atau menaikkan), teapi dapat meningkatkan lipoprotein HDL. Konsumsi kolesterol dari makanan meningkatan kolesterol serum dan kadar LDL, tetapi besarnya bervariasi antar individu.

Asam lemak tidak jenuh rantai ranjang (terutama asam lemak omega – 3 EFA dan DHA) telah terbukti berperan penting dalam pencegahan dan pengobatan penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis), trombosis, hipertrigliseridaemia dan tekanan darah tinggi. Disamping itu potensial untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan beberapa jenis kangker yaitu prospat, payudara dan kolon.

Secara umum, metebolisme asam lemak omega-3 yang menjelaskan mengapa dapat mencegah dan pengobati penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan perubahan senyawa eikosanoid dalam sistem peredaran darah. Eikosanoid adalah senyawa sejenis hormon, rterdiri atas prostaglandin (PG) , Tromboksan (TX) dan leukotrien (LT). Asam arakhidrorinat dan EPA merupakan prekursor senyawa-senyawa eikosanoid. Eikosanoid yang dihasilkan dari kedua asam tersebut berlainan, baik struktur maupun pungsinya dan kadang-kadang pengaruhnya dapat berlawanan. Pembentukan tromboksan A2 (TXA3), dari asam arakhidonat yang berperan sebagai agregator platelet (menyebabkan terjadinya pengendapan platelet) dihambat oleh EPA. Pada waktu yang sama tromboksan A3 (TXA3) Suatu agregator lemah terbentuk oleh EPA. Juga telah terbukti bahwa EPA memproduksi prostagandin jenis 3 (pg3), yang selanjutnya dikonversi menjadi prostasiklin 3 (PGI3) (suatu anti – agregator yang kuat), sepanjang diding pembuluh darah.Asam-asam lemak omega-3 bertindak juga menurunkan kekentalan darah dan meningkatkan fleksibilitas membran. Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi minyak ikan juga menurunkan tekanan darah. Hal-hal di atas merupakan beberapa faktor yang berperan dalam pencegahan aterosklerosis san trombosis.

Minyak ikan atau asam lemak omega-3 berperan dalam pengobatan kelainan sistim imflamatori seperti asma, artistik san migrain. Hal ini mungkin disebabkan asan lemak omega-3 merubah keseimbangan prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator yang kuat dalam sistem imflamatory dan sistim kekebalan.

Rekomendasi yang diberikan kelompok ahli FAO/WHO sehubungan dengan konsumsi asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh dan kolesterol adalah : (1) konsumsi asam lemak jenuh hendaknya tidak melebihi 10 persen dari total energi, (3) dianjurkan konsumsi lemak linoleat menyumbang antara 4 – 10 persen dari total energi. Konsumsi yang lebih tinggi dari kisaran tersebut dianjurkan jika konsumsi lemak jenuh dan kolesterol tinggi, dan (3) konsumsi kolesterol dari makanan dianjurkan kurang dari 300 mg/hari.

Asam-asam Lemak Isomer

Minyak nabati sering diolah dengan teknologi hidrogenasi untuk menghasilkan produk-produk yang bersifat padat, plastis dan lebih stabil, misalnya margarin dan shortening. Selama proses ini dapat terbentuk berbagai isomer, terutama isomer trans dari asam lemak. Isomer trans ini dapat meningkatkan lipoprotein LDL (disebut juga kolesterol jahat) serum dan menurunkan lipoprotein HDL (disebut juga kolesterol baik). Oleh karena itu, konsumsi isomer trans yang tinggi tidak dikehendaki.

Rekomendasi yang dikeluarkan untuk hal ini adalah, (1) konsumen sedapat mungkin mengurangi konsumsi “hard fat” (minyak atau lemak yang lebih padat pada suhu ruang) dan menggantinya dengan minyak cair atau “soft fat” (minyak yang cair atau lebih lunak pada suhu kamar). Hal ini dapat

mengurangi jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak isomer trans yang masuk ke dalam tubuh, (2) pabrik-pabrik pengolah makanan harus menguji/mengukur kandungan asam lemak trans yang ditimbulkan oleh proses hidrogen dalam pengolahan minyak/lemak, dan (3) pemerintah hendaknya memonitor kandungan asam lemak trans dalam bahan pangan yang beredar di pasaran.

Antioksidan dan Karotenoid

Antioksidan dan karotenoid merupakan senyawa-senyawa yang sering dihubungkan dengan lemak dan minyak. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan dan sayuran yang relatif tinggi (sebagai sumber berbagai antioksidan, karotenoid dan senyawa-senyawa non gliserida) dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung koroner dan beberapa jenis kanker. Meskipun demian kesimpulan yang spesifik dan rekomendasi yang berhubungan dengan manfaat terhadap kesehatan secara umum dan konsumsi yang diinginkan dari senyawa-senyawa tersebut belum dapat dibuat berdasarkan fakta-fakta yang ada sekarang.

Rekomendasi yang diberikan oleh kelompok ahli FAO/WHO adalah sebagai berikut, (1) di negara-negara dimana kekurangan vitamin A merupakan masalah gizi, penggunaan minyak sawit merah akan dimurnikan, hendaknya digunakan teknik-teknik yang dapat memelihara kandungan karotenoid dan tokoferol (vitamin E) di dalamnya, dan (2) kadar tokoferol dalam minyak makan harus cukup untuk menstabilkan asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, bahan pangan dengan kandungan FUFA tinggi harus mengandung minimal 0.6 mg tokoferol per gram FUFA.

Asam-asam lemak Esensial

Asam-asam lemak omega-6 dan omega-3 berperan sebagai prekursor atau bahan baku senyawa eikosanoid, yaitu senyawa yang sangat reaktif. Senyawa eikosanoid yang dihasilkan oleh lemak omega-6 dan omega-3 sering berbeda, bahkan dapat berlawanan. Dengan demikian, karena asam lemak omega-6 dan omega-3 berkompetisi sebagai prekursor eikosanoid dan juga berbeda peran biologisnya, maka keseimbangan antara kedua asam lemak tersebut dalam makanan sehari-hari sangat penting.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan pangan kaya lemak omega-3 rantai panjang yaitu asam eikosapentaenoat (EPA) dan dokosaheksaenoat (DHA) menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Kemungkinan hal ini disebabkan karena kedua asam lemak tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat lipoprotein serum.

Asam lemak esensial terutama sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan normal janin dan bayi, juga untuk perkembangan otak dan penglihatan. Pada wanita yang gizinya cukup, rata-rata sekitar 2.2 g asam lemak esesnsial disimpan dalam jaringan maternal dan foetal tiap hari selama masa kehamilan.

Rekomendasi yang dikeluarkan kelompok ahli FAO/WHO adalah sebagai berikut : (1) rasio asam linoleat dan a-linolenat dalam diet hendaknya antara 5 : 1 dan 10 : 1, (2) seseorang yang mengkonsumsi lemak dengan rasio asam linoleat : a-linolenat dalam dietnya lebih dari 10 : 1 dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan kaya asam lemak omega-3 seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, ikan dan makanan laut lainnya, dan (3) perhatian khusus harus diberikan untuk menjamin kecukupan konsumsi asam-asam lemak esensial selama masa hamil dan menyusui untuk perkembangan janin dan anak. Informasi Gizi dan Program yang Dibutuhkan

Informasi yang memadai tentang status gizi, konsumsi harian dan komposisi bahan pangan diperlukan untuk merancang dan memonitor program-program untuk peningkatan gizi, termasuk program untuk mempromosikan konsumsi minyak dan lemak yang tepat. Hal-hal yang dianjurkan oleh kelompok ahli FAO/WHO dalam hal ini adalah : (1) dalam menganalisa kandungan asam lemak bahan pangan dan membuat database gizi harus digunakan metode yang standar, (2) komposisi asam lemak dalam bahan pangan yang biasa dikonsumsi harus tersedia secara luas, (3) kandungan energi lemak sebesar 9.0 kkal (37.7 KJ) per gram lemak harus digunakan untuk perhitungan total energi dari lemak dan dalam survai gizi dan data komposisi bahan pangan, dan (4) survai secara periodik tentang status berat badan (body mass index/indeks berat berat badan) untuk orang dewasa disarankan dilakukan. Hal ini untuk memeriksa kecenderungan populasi terhadap resiko penyakit degeneratif dan memonitor pengaruh dari suatu program intervensi gizi (program perbaikan gizi yang dilakukan terhadap suatu kelompok masyarakat).

Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan- bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.

Tanah sangat kaya akan keragaman mikro-organisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga, dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.

1. Teknologi kompos bioaktif

Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghancuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman.

Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Proses pengomposan alami memakan waktu yang sangat lama, antara enam bulan hingga setahun, sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.

Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih.

Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

2. Biofertilizer

Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih 1.69 persen N, 0.34 persen P2O5, dan 2.81 persen K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya, untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha, dan 37.5 kg KCl/ha, membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74 persen kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah.

Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu, tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat menyuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST, dan Simbionriza.

3. Agen biokontrol

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistem organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami.

Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangkan populasi kedua jenis organisme ini, hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.

Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae. Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman, misalnya, Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran, antara lain, Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P, dan Hamago.

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat menyuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.

Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu khawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama serta penyakit tanaman.

Hama Penting Tanaman Cabai

PENDAHULUAN

A. Tomat

Kata "tomat" berasal dari kata dalam bahasa Nutahul tomat. Menurut tulisan karangan Andrew F. Smith "The Tomato in America", tomat kemungkinan berasal dari daratan tinggi pantai barat Amerika Selatan. Setelah Spanyol menguasai Amerika Selatan, mereka menyebarkan tanaman tomat ke koloni-koloni mereka di Karibia. Spanyol juga kemudian membawa tomat ke Filipina, yang menjadi titik awal penyebaran ke daerah lainnya di seluruh benua Asia. Spanyol juga membawa tomat ke Eropa. Tanaman ini tumbuh dengan mudah pada wilayah beriklim Mediterania

Klasifikasi Tanaman tomat :

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Asterdae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : S. lycopersicum

Tomat adalah salah satu jenis sayuran yang banyak digemari masyarakat karena rasanya yang enak dan segar serta sebagai sumber vitamin. Hal ini penting untuk kebutuhan rumah tangga. Selain untuk konsumsi segar sebagai buah meja, juga dapat dijadikan sari buah tomat untuk minuman segar dan sauce tomat untuk bumbu masak.

Dengan laju pertumbuhan penduduk yang pesat, maka kebutuhan akan buah tomat meningkat, sehingga ada peluang yang besar untuk mengembangkan komoditi tomat sekaligus meningkatkan produksi tomat.

Jenis – jenis toat antara lain : tomat biasa (Lycopersicum commune) buahnya bulat pipih, lunak, bentuknya tidak teratur. Tomat Apel (Lycopersicum pyriforme) buah bulat, kuat dan sedikit keras seperti buah apel, tumbuh baik di dataran tinggi. Tomat kentang (Lycopersicum grandifolium) buah bulat, padat, lebih besar dari tomat apel, daun lebar agak rimbun.

Syarat tumbuh tomat antara lain tomat dapat tumbuh didataran rendah dan tinggi. Waktu tanam yang baik 2 bulan sebelum musim hujan berakhir (awal musim kemarau). Tanah gembur, kaya humus dan subur. Drainase baik dan tidak menggenang PH sekitar 5-6. Curah hujan optimal 100-220 mm/ hujan. Temperatur optimum 100-200 C (malam hari), 200-300 C (siang hari).

B. Cabai

Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angioispermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Tubiflorae

Familia : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum annuum L.

Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk ke dalam genus Capsicum, diantaranya adalah lima spesies yang telah dibudidayakan, yaitu : C. baccatum, C. pubescens, C. annuum, C. chinense dan C. frutescent.

Pada budidaya tanaman cabai merah, banyak kendala yang dihadapi. Salah satu diantaranya adalah adanya serangan hama yang dapat menurunkan hasil panen. Pengendalian terhadap serangan hama ini dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida (insektisida), tetapi cara ini dapat menyebabkan timbulnya resistensi hama-hama tersebut terhadap pestisida yang digunakan, terjadinya resurgensi hama dan terbunuhnya musuh alami hama akibat penggunaan pestisida yang intensif.

Jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman. Undang-undang No. 12 Tahun 1992, pasal 20 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa "Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu". Dengan demikian, pengendalian hama-hama pada tanaman cabai merah hendaknya dilakukan berdasarkan konsepsi PHT yang berdasarkan pada empat prinsip, yaitu : (1) Budidaya tanaman sehat, (2) Pelestarian dan pendayagunaan peranan musuh alami, (3) Pemantauan ekosistem secara teratur dan (4) Pembinaan petani sebagai pakar PHT.

PEMBAHASAN

A. Hama Penting Tanaman Tomat

1. Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon Hufn. )

Famili : Noctuidae

Ordo : Lepidoptera

* Bioekologi

Umumnya ngengat menghindari cahaya matahari dan bersembunyi pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar coklat keabu – abuan dengan bercak – bercak hitam. Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16 – 19 mm dan lebar 6 –8mm.Ngengat ini dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh ngengat menjatuhkan diri pura – pura mati. Perkembangan dari telur hingga dewasa rata – rata 51 hari.

Telur diletakkan satu – satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Betina dapat meletakkan telur 1.430 – 2.775 butir telur. Warna telur mula – mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titi coklat kehitam – hitaman pada puncaknya. Titik tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru – biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.

Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira – kira sedalam 5 – 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dalam telur berwarna kuning kecoklat – coklatan dengan panjang tubuh berkisar 1- 2 m. Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam – hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 – 50 mm. Bila larva diganggu akan melingkar tubuhnya dan tidak bergerak seolah – olah mati. Stadium larva berkisar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah.

* Daerah Sebaran

Agrotis ipsilon tersebar di Sulawesi dan Sumatra.

* Gejala Serangan

Larva aktif pada malam hari untuk mencari makanan dengan menggigit pangkal batang. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Disamping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas juga menggigit permukaan daun. Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman muda.

* Pengendalian

a). Kultur teknis

- Pengolahan tanah yang baik untuk membunuh pupa yang ada di dalam tanah.

- Sanitasi dengan membersihkan lahan dari gulma yang juga merupakan tempat ngengat A. ipsilon meletakkan telurnya.

b). Pengendalian fisik / mekanis

Pengendalian secara fisik dengan mengumpulkan larva dan selanjutnya dimusnahkan. Sebaiknya dilakukan pada senja – malam hari, dan larva biasanya dijumpai di permukaan tanah sekitar tanaman yang terserang.

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami : parasitoid larva A. ipsilon yaitu Goniophana heterocera, Apanteles (= Cotesia) ruficrus, Cuphocera varia dan Tritaxys braueri. Predator penting adalah Carabidae. Patogen penyakit yang sering menyerang A. ipsilon adalah jamur Metharrizium spp. dan Botrytis sp. serta nematoda Steinernema sp.

d). Pengendalian kimiawi

Apabila serangan ulat tanah tinggi, dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian antara lain aplikasikan Sipermetrin pada tanah di sekeliling tanaman tomat.

* Inang Lainnya

Selain menyerang tanaman tomat, ulat tanah juga menyerang tanaman jagung, padi, tembakau, tebu, bawang, kubis, kentang, dll.

2. Penggerek Buah ( Heliothis armigera Hubn. )

Famili : Noctuidae

Ordo : Lepidoptera


* Bioekologi

Ngengat betina muncul sehari lebih dahulu sbelum ngengat jantan. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat jantan karena ngengat betina mempunyai pola bercak – bercak pirang tua. Nisbah kelamin jantan betina 1 : 1. daur hidup dari telur hingga mati berkisar antara 52 – 58 hari.

Ngengat betina meletakkan telur satu persatu pada pucuk daun, sekitar bunga dan cabang. Telur berbentuk bulat atau berwarna putih agak kekuning – kuningan, kemudian berubah menjadi kuning tua dan ketika akan menetas terlihat adanya bintik hitam. Stadium telur berkisar antara 10 – 18 hari dan persentase penetasan telur 63 – 82 %.

Stadium larva antara 12-23 hari. Ketika baru keluar dari telur, larva berwarna kuning muda dan tubuhnya berbentuk silinder. Larva muda kemudian berubah warna dan terdapat variasi warna dan pola antar sesama larva. Larva terdiri dari 5 instar masing – masing berumur 2-3 hari, 2-4 hari, 2-5 hari, 2-6 hari dan 4-7 hari.

Pupa dibentuk di dalam tanah. Pupa yang baru terbantuk berwarna kuning kemudian berubah kehijauan dan akhirnya berwarna kuning kecoklatan. Lama stadium pupa 15-21 hari.

* Daerah Sebaran

Heliothis armigera tersebar di daerah Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

* Gejala Serangan

Pada daun, daun berlubang-lubang tak beraturan. pada serangan yang berat daun akan habis dan tanaman menjadi gundul. Kadang – kadang larva juga menyerang pucuk tanaman dan melubangi cabang – cabang tomat. Pada buah, buah cabai berlubang dan akhirnya akan membusuk bila terjadi infeksi sekunder. Larva Heliothis armigera melubangi buah tomat baik buah muda maupun yang sudah tua. Buah tomat yang terserang akan busuk dan jatuh ke tanah. Pada bunga, bunga cabai berlubang dan pada akhirnya membusuk dan rontok.


* Pengendalian

Pengendalian dapat dilakukan dengan mengumpulkan buah yang berulat dan memusnahkannya. Penyemprotan dengan insektisida sistemik dan racun perut dapat mencegah serangan yang lebih luas. Semprotkan Proclaim 5 SG dengan konsentrasi 1.5-2 gr/10 l air.

* Inang Lainnya

Selain menyerang tomat, penggerek buah juga menyerang tembakau, jagung, kapas, kentang, kubis dan kacang – kacangan

. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)

Famili : Aleyrodidae

Ordo : Hemiptera

Bioekologi


Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara 0,2 - 0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.

Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke - 1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 dan ke - 3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari.

Imago atau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1 - 1,5 mm), berwarna putih, dan sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasa biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari.

* Daerah Sebaran

Bemisia tabaci tersebar di Sumatra, Jawa, dan Maluku.

* Gejala Serangan

Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.

Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.

* Pengendalian

a). Kultur teknis

- Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;

- Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;

- Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus;

- Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan;

b). Pengendalian fisik / mekanis

- Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);

- Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus;

- Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami antara lain

- Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir;

- Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;

Cara pelepasan E. formosa untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;

- Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala;

d). Pengendalian kimiawi

- Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian, antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);

- Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;

- Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul (cara pembuatan dan penggunaan nimba lihat pada.

* Inang Lainnya

Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul antara lain cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum cony

B. Hama Penting Pada Cabai1.

Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Ordo : Lepidoptera

Famili : Nuctuidae


* Bioekologi

Ngengat dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer.

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25 – 500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya, tertutup bulu seperti beludru.

Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung / bulan sabit warna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.

Larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Ulat menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah, perbedaannya hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar 5 cm.

Pupa. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.

Siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari). Seekor ngengat betina dapat meletakkan telur 2.000 – 3.000 telur.

* Daerah Sebaran

Hama ini tersebar di Asia, Pasifik dan Australia sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah DI Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.

* Gejala Serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak beraturan pada buah tomat. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, menyerang secara serentak berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat, umumnya terjadi pada musim kemarau.



* Pengendalian

a). Kultur teknis

- Sanitasi lahan dari gulma,

- Pengolahan tanah yang intensif.

b). Pengendalian fisik / mekanis

- Pembibitan, mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang kemudian memusnahkannya,

- Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, nematoda Steinernema sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.

d). Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh.

* Inang Lainnya

Hama ini bersifat polifag, selain tomat juga menyerang kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., dan Trema sp.

2.Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks.).

Famili : Tarsonematidae

Ordo : Acarina

Imago bertungkai 8 sedangkan nimfa bertungkai 6, berukuran tubuh sekitar 0,25 mm, lunak, transparan dan berwarna hijau kekuningan. Telur berbintik-bintik putih, berwarna kuning muda berdiameter 0,1 mm. Berkembang biak secara berkopulasi biasa dan partenogenesis. Tungau betina mampu meletakkan telur sebanyak 40 butir selama 15 hari. Sejak menetas dari telur hingga dewasa dan siap berkembang biak sekitar 15 hari.

* Daerah Sebaran

Hama ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

  • Gejala Serangan


Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah warna menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntir, menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur. Pada awal musim kemarau biasanya serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun.


* Pengendalian

a). Kultur teknis

Sanitasi dengan mengeradikasi bagian tanaman terserang dan memusnahkannya.

b). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami yaitu predator Amblyseius cucumeris. Pengendalian hayati juga dapat dilakukan dengan entomopatogen Hirsutella sp. dan Chrysopidae.

c). Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan pestisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

* Tanaman inang lain

Hama ini bersifat polifag, diketahui di Indonesia terdapat lebih dari 57 jenis tanaman inang antara lain tomat, karet, teh, kacang panjang, tembakau, jeruk dan tanaman hias


3. Kutu Persik (Myzus persicae Schulz)

Famili : Aphididae

Ordo : Homoptera

* Bioekologi

Nimfa dan imago mempunyai antena yang relatif panjang/sama panjang dengan tubuhnya. Nimfa dan imago yang bersayap mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel berwarna hitam. Imago yang bersayap warna sayapnya hitam, ukuran tubuh 2 - 2,5 mm, nimfa kerdil dan umumnya berwarna kemerahan. Imago yang tidak bersayap tubuhnya berwarna merah atau kuning atau hijau berukuran tubuh 1,8 - 2,3 mm. Umumnya warna tubuh imago dan nimfa sama, kepala dan dadanya berwarna coklat sampai hitam, perut berwarna hijau kekuningan. Siklus hidup 7 - 10 hari. Temperatur mempenga­ruhi reproduksi ( > 25 - <> 28,5 C reproduksi terhenti). Berkembang biak secara partenogenesis. Seekor kutu menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan.

* Daerah Sebaran

Daerah penyebaran hama ini sangat luas hampir terdapat di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia yang melaporkan adanya serangan hama ini antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.

* Gejala Serangan

Dampak Serangan: tanaman menjadi keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir, layu dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa.

kutu daun merupakan vektor lebih dari 150 strain virus, terutama penyakit virus CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y), dan CVMV.

* Pengendalian

a). Kultur teknis

Sanitasi gulma dan bagian tanaman yang terserang, dan selanjutnya dibakar atau dimusnahkan.

b). Pengendalian fisik / mekanis

- Penggunaan kain kassa / kelambu di bedengan pesemaian baik untuk menekan serangan kutu daun,

- Penggunaan perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan parasitoid Aphidius sp., predator kumbang Coccinella transversalis, Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia octomaculata, Microphis lineata, Veranius sp. dan patogen Entomophthora sp., Verticillium sp.

d). Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, jumlah kutu daun lebih dari 7 ekor per 10 daun contoh atau intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

* Inang Lainnya

Hama ini bersifat polifag, dengan lebih dari 400 jenis tanaman inang. Inang utama selain cabai adalah kentang dan tomat. Inang lainnya antara lain tembakau, petsai, kubis, sawi, terung, ketimun, buncis, semangka, jagung, jeruk, dan kacang-kacangan.

. Trips (Thrips parvispinus Karny.).

Famili : Thripidae

Ordo : Thysanoptera

* Bioekologi

Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari.

Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata­-rata 80 butir per induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar, akan menetas setelah 3 - 8 hari.

Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7 - 12 hari. Hidup berkelompok.

* Daerah Sebaran

Hama ini bersifat kosmopolit tersebar luas di Indonesia dan Thailand. Di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.

* Gejala Serangan

Dampak langsung serangan : pada permukaan bawah daun berwarna keperak-perakan, daun mengering atau keriput. Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati.

Dampak secara tidak langsung : trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-bercak keperakan mengkilat, daun akan menjadi keriting atau bersembelit dan keriput. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka akan terjadi gejala fatal berupa penyakit kerdil (dwarfing) dan pada akhirnya layu dan kemudian akan mati.

* Pengendalian

a). Kultur teknis

- Penggunaan mulsa plastik yang dikombinasikan dengan tanaman perangkap caisin dapat menunda serangan yang biasanya terjadi pada umur 14 hari setelah tanam menjadi 41 hari setelah tanam.

- Membakar sisa jerami/mulsa yang dipakai selama pertanaman sebelumnya.

- Sanitasi dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang.

b). Pengendalian fisik / mekanis

Penggunaan perangkap likat warna biru, putih atau kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat. Perangkap kilat dipasang dengan ketinggian 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman).

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami predator kumbang Coccinella repanda, Amblysius cucumeris, Orius minutes, Arachnidea dan patogen Entomophthora sp.Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

* Inang Lainnya

Hama ini bersifat kosmopolit dan polifag, dengan tanaman inang utama sayuran dari keluarga Solanaceae (cabai, kentang, tomat dan terung), keluarga bawang (Allium spp.), Brassica (kubis), kacang-kacangan. Tanaman inang selain sayuran yaitu tembakau, kapas, krisan, dan berbagai tanaman hias.

d). Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

* Inang Lainnya

Hama ini bersifat kosmopolit dan polifag, dengan tanaman inang utama sayuran dari keluarga Solanaceae (cabai, kentang, tomat dan terung), keluarga bawang (Allium spp.), Brassica (kubis), kacang-kacangan. Tanaman inang selain sayuran yaitu tembakau, kapas, krisan, dan berbagai tanaman hias.

5. Lalat Buah (Bactrocera sp.).

Famili : Tephritidae

Ordo : Diptera

* Bioekologi

Serangga dewasa mirip lalat rumah, panjang sekitar 6 - 8 mm dan lebar 3 mm. Torak berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat atau hitam biasanya pada B. dorsalis terdapat 2 garis membujur dan sepasang sayap transparan. Pada abdo­men terdapat 2 pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau bentuk buruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Pada lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah sedangkan lalat jantan abdomen lebih bulat.

Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang yang diletakkan secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah.

Larva terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu, larva menetas di dalam buah cabai.

Pupa, berada di permukaan tanah berwarna kecoklat-coklatan dan berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 mm. Siklus hidup di daerah tropis sekitar 25 hari. Serangga betina dapat meletakkan telur 1 - 40 butir/buah/hari dan dari satu ekor betina dapat menghasilkan telur 1.200 – 1.500 butir. Stadium telur 2 hari, larva 6 - 9 hari.

Larva instar 3 dapat mencapai panjang sekitar 7 mm, akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa di dalam tanah. Pupa berumur 4 - 10 hari dan menjadi serangga dewasa.

* Daerah Sebaran

Hama ini tersebar di Asia, Pasifik, Afrika umumnya di daerah tropis dan subtropis. Penyebaran lalat buah di Indonesia hampir di seluruh propinsi.

* Gejala Serangan

Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik coklat kehitaman pada bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Umumnya telur diletakkan pada buah yang agak tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari langsung, pada buah yang agak lunak dengan permukaan agak kasar. Larva membuat saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan dapat menyebabkan terjadi infeksi oleh OPT lain, buah menjadi busuk dan jatuh ke tanah sebelum larva berubah menjadi pupa.

* Pengendalian

a). Kultur teknis

- Pencacahan (pembongkaran) tanah sekitar tanaman agar kepompong yang berada di dalam tanah terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati.

- Sanitasi buah yang terserang baik yang gugur maupun yang masih berada di pohon, dikumpulkan dan dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah.

b). Pengendalian fisik / mekanis

Penggunaan perangkap dengan atraktan Metil Eugenol (ME) atau minyak Melaleuca brachteata (MMB) dengan dosis 1 ml / perangkap sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 yang dipasang di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap 2 minggu atraktan diganti.

c). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami parasitoid famili Braconidae (Biosteres sp., Opius sp.), predator famili Formicidae (semut), Arachnidae (laba-laba), Staphylinidae (kumbang), Dermaptera (cecopet).

d). Pengendalian kimiawi

Jika cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian

* Inang Lainnya

Semua tanaman buah-buahan dan sayuran buah antara lain mangga, kopi, pisang, jambu, cengkeh, belimbing, sawo, jeruk, ketimun, dan nangka.










Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger