Minggu, 12 April 2009

Biokimia Tumbuhan

Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berpindah tempat seperti serangga hama pemakannya. Selain itu, tumbuhan memiliki bentang generasi yang panjang dengan laju rekombinasi yang lambat. Di lain pihak, serangga memiliki beberapa keuntungan karena ukuran tubuhnya yang kecil, bentang generasi yang pendek, serta kapasitas reproduksi yang tinggi sehingga dapat cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Serangga juga dianugerahi kemampuan untuk menyebar dan menduduki wilayah yang menyediakan sumber makanan. Walaupun terlihat sangat rentan, tumbuhan selalu berevolusi untuk menghasilkan sistem resistensi terhadap serangan serangga pemakannya melalui kombinasi pertahanan secara fisik, kimia dan pola perkembangan. Heterogenitas dan keragaman struktur senyawa kimia yang diproduksi oleh tumbuhan sangat berpengaruh pada kemampuan serangga hama dalam mengekploitasi tumbuha inangnya, sehingga kita dapat manfaatkan sebagai insektisida nabati..
Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Lihat artikel biologi molekular untuk diagram dan deskripsi hubungan antara biokimia, biologi molekular, dan genetika.
Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein.
Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal.
Tumbuhan menjalin hubungan dengan makhluk hidup lain melalui reaksi-reaksi biokimia pada proses metabolisme primer yang membentuk maupun mengurai produk kimia tertentu, seperti asam nukleat dan protein serta prekursorprekursornya, karbohidrat tertentu, asam karboksilat, dan lain-lain. Bersumber dari metabolisme primer, tumbuhan telah mengembangkan alur metabolisme sekunder yang menghasilkan ribuan jenis metabolit. Metabolit-metabolit sekunder dibentuk melalui tiga alur biogenesis yang menuju pada terbentuknya satu atau beberapa jenis metabolit kunci. Dari metabolit-metabolit kunci inilah kemudian dibentuk senyawa-senyawa turunan (derivat) melalui rekasi enzimatis yang sederhana. Sampai dengan saat ini, hanya beberapa alur biosintesa metabolit sekunder yangsudah diketahui secara lengkap. Beberapa diantaranya sangat rumit, seperti pada sintesa dari macapin (sejenis alkaloid yang diturunkan dari molekul tirosin), melibatkan 20 reaksi enzimatis.
Metabolit primer

Bagian terbesar penyusun biomasa tumbuhan adalah metabolit primer. Beberapa diantaranya berada dalam jumlah yang sangat besar, seperti lignoselulosa yang merupakan jenis bahan organik terbanyak di bumi ini. Beberapa metabolit primer tumbuhan seperti protein, karbohidrat dan lipida terlibat dalam proses fisiologis dasar tumbuhan dan merupakan sumber makanan yang penting bagi hewan pemakan tumbuhan.
Berdasarkan perbedaan alur fotosintesa, tumbuhan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu tumbuhan C3 dan C4. Perbedaan pada proses fiksasi karbon dari kedua kelompok tumbuhan tersebut berakibat pada perbedaan fisiologis dan bentuk (morfologi). Tumbuhan C4 memiliki efisiensi yang lebih tinggi dalam asimilasi karbon dioksida dan kebutuhan air yang hanya setengah kebutuhan tumbuhan C3. Karenanya, tumbuhan C4 merupakan tumbuhan yang pre-dominan pada daerah (sub-) tropis dan pada habitat yang kering. Metabolisme tumbuhan C4 ditunjang oleh modifikasi anatomis yang mempengaruhi perilaku makan herbivora. Sebagai contoh, belalang memilih tumbuhan C3 karena tumbuhan C4 sangat banyak mengandung hemiselulosa yang tidak dapat dicerna.

Metabolit sekunder
Metabolit sekunder didefinisikan sebagai suatu senyawa yang hanya ditemukan secara terbatas pada kelompok tumbuhan tertentu, atau ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari kelompok tumbuhan yang lain, dan tidak merupakan sumber makanan yang penting bagi herbivora.
Sampai dengan pertengahan abad 20, metabolit sekunder dipandang sebagai senyawa yang tidak berguna. Walaupun pada masa sebelumnya beberapa ahli botani seperti Justus von Leibig, yang pada tahun 1858 telah menyatakan bahwa metabolit sekunder tumbuhan berperan dalam resistensi tumbuhan. Demikian halnya Fraenkel yang menjelaskan peran metabolit sekunder tumbuhan sebagai sistem pertahanan terhadap serangga dan pengganggu lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa metabolit sekunder memiliki fungsi lebih dari hanya sekedar sebagai sistem pertahanan. Stres yang timbul akibat tekanan lingkungan seperti adanya kompetisi dengan tumbuhan lain, keterbatasan bahan makanan, kekeringan dan radiasi sinar ultra violet juga dikatakan sebagai pemicu tumbuhan untuk memproduksi metabolit sekunder melalui evolusi panjang dari sistem biokimia pada tumbuhan.
Karena memiliki fungsi ekologis, metabolit sekunder tumbuhan disebut sebagai alelokimia yang didefinisikan sebagai senyawa kimia non nutritional (tidak berfungsi sebagai makanan) yang diproduksi oleh suatu spesies yang dapat mempengaruhi (menghambat) pertumbuhan, kesehatan, perilaku dan biologi spesies lain. Tumbuhan memproduksi ratusan ribu jenis metabolit sekunder. Dari jumlah yang sangat besar tersebut, diperkirakan baru sekitar seratus ribu senyawa yang telah teridentifikasi. Klasifikasi metabolit berdasarkan stuktur molekul sangat sulit dilakukan, sehingga cenderung didasarkan atas jenis prekusor pada alur biosintesisnya, yaitu: asetil-KoA, asam amino dan shikimat. Tabel 1 menyajikan klasifikasi sederhana dari metabolit sekunder tumbuhan yang dikelompokkan ke dalam: (1) senyawa mengandung nitrogen, (2) terpenoid, (3) fenolik dan (4) poliasetat. Beberapa kelompok metabolit ekunder tumbuhan yang memiliki poensi sebagai insektisida nabati, diuraikan berikut ini.

A. Alkaloid
Definisi
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.

Klasifikasi
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat. Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae. Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalahquinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

B. Terpenoid
Definisi
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.

Klasifikasi
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus. Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga. Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga. Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.

C. Fenolik
Definisi
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol. Fenol biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka penyusunnya (Tabel 3).
Klasifikasi
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6–C3–C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel. Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.
Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektifsebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah, yaitu 0.03 ppm.
Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya

D. Glukosinolat dan sianogenik
Glukosinolat
Glukosinolat merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari beberapa asam amino dan terdapat secara umum pada Cruciferae (Brassicaceae). Glukosinolat dikelompokkan menjadi setidaknya 3 kelompok, yakni: (1). glukosinolat alifatik (contoh: sinigrin), terbentuk dari asam amino alifatik (biasanya metionin), (2) glukosinolat aromatik (contoh: sinalbin), terbentuk dari asam amino aromatik (fenilalanin atau tirosin) dan (3) glukosinolat indol, yang terbentuk dari asam amino indol (triptofan). Keragaman jenis glukosinolat tergantung pada modifikasi ikatannya dengan gugus lain melalui hidroksilasi, metilasi dan desaturasi. Hidrolilis dari glukosinolat terjadi karena adanya enzim mirosinase, sehingga menghasilkan beberapa senyawa beracun seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan epitionitril. Senyawa-senyawa tersebut merupakan racun bagi serangga yang bukan spesialis pemakan tumbuhan Cruciferae, dan merupakan zat penolak makan bagi ulat kilan, Trichoplusia ni.
Sianogenik
Semua jenis tumbuhan mempunyai kemampuan untuk mensintesis glikosida sianogenik. Namun, tidak semua jenis tumbuhan mengumpulkan senyawa ini dalam sel-selnya. Pada famili Rosaceae, senyawa ini disimpan pada vakuola. Pada saat sel tumbuhan dirusak, glikosida sianogenik akan dihidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam sianida
(HCN) yang sangat beracun dan merupakan zat penolak makan serangga dengan spektrum yang luas.

Feromon
Feromon (paraferomon) merupakan senyawa yang dihasilkan oleh serangga betina untuk menarik serangga jantan untuk melakukan perkawinan atau senyawa dihasilkan serangga untuk berkomunikasi . Hal ini dapat dijadikan sebagai tindakan PHT untuk serangga Bactrocera dorasalis. Namun hal ini masih mengalami kekurangan karena hanya serangga jantan yang bisa tertarik oleh senyawa tersebut karena menggunakan senyawa sintetik. Maka digunakan sereh wangi (Andropogon nardus) untuk dijadikan Salah satu bahan nabati yang bersifat atraktan terhadap lalat buah . Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Hasanuddin, menunjukkan bahwa minyak sereh bersifat atraktan terhadap lalat buah baik jantan maupun betina. Dengan konsentrasi 20-50% dari minyak sereh efektif menarik lalat buah jantan maupun betina di laboratorium dan di lapangan. Pada pengujian lapangan, minyaksereh yang diaplikasikan dalam bentuk cairan, yang diteteskan pada kapas yang dilekatkan dalam perangkap cukup efektif dalam menarik lalat buah. Namun, aplikasi cairan ini ternyata tidak mematikan lalat buah sehingga dalam perangkap masih perlu ditambahkan larutan deterjen dan masa pendedahannya hanya efektif hingga hari ke-4.
Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu : (1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut, (2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan (3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah, (4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit. Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam. (5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau bila jumlah serangga yang tertangkap banyak.
Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.

Alelopati
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan,antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain.
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida.. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik.
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya .
Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger